Marak Penjualan Obat Keras di Cileungsi, DPP PANI: Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045 Akan Hanya Sebuah "RETORIKA"
Kab.Bogor, Nuntium.id - Warung berkedok kelontong/kosmetik yang diduga menjual obat-obatan keras tanpa izin edar di wilayah Kecamatan Cileungsi semakin merajalela, Selasa (9/7/24).
Dugaan ini buka tanpa alasan. Dari hasil penelusuran awak media, Senin (8/7/24) di beberapa di wilayah Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor ini banyak sekali ditemukan warung-warung kamuflase yang disinyalir menjual obat keras jenis tramadol dan hexymer.
Bahkan belum lama ini ramai pemberitaan di beberapa media online yang memberitakan kegiatan ilegal tersebut.
Ada tujuh warung kamuflase yang buka dengan lokasi yang berbeda di wilayah Cileungsi, diantaranya:
1. Kp Cibeureum RT 06 RW 05 desa Cileungsi Kidul
2.Kp.Rawa Belut, Desa Cileungsi Kidul
3.Kp.Rawa ingkik, Kp.Rawa ingkik, RT.02/RW 04, Desa Limus Nunggal,
4.Kp.Rawa Putat,RT.02/RW.14 Cileungsi Kidul
5.Kp. Cipenjo Cileungsi
6. Jati Asih Cileungsi
7. Jl.Raya Bojong Klapanunggal, Setusari, Cileungsi
Dari informasi yang berhasil di himpun media di tujuh lokasi ini diketahui bahwa warung-warung ini sudah cukup lama beroperasi. Bahkan ada sebagian yang pernah di sidak polisi, namun selang berapa hari warung kembali buka.
Apa yang menjadi fenomena dan fakta yang ditemukan dilapangan ini tentunya menjadi pertanyaan besar publik akan kinerja dan keseriusan APH dalam memberantas peredaran obat keras tanpa izin edar.
Selain itu, muncul opini miring dari publik bahwa adanya 'Oknum APH' yang diduga mem backup usaha tersebut.
Hal ini pun mendapatkan tanggapan dari Ketua Umum DPP PANI (Penggiat Anti Narkoba Indonesia), Drs. Dedi Ginanjar, M.M. Kepada media Dedi menjelaskan, permasalahan penyalahgunaan narkoba di republik ini merupakan masalah bersama.
Maka penanganan untuk mengurangi penyalahgunaan tersebut harus dilakukan secara bersama sama pula secara konsekuen dan komitmen yang kuat dari semua warga dan aparat penegak hukum.
"Penegakan hukum yang tidak pandang bulu harus diterapkan dan laksanakan secara benar, jangan tebang pilih, kenyataan dilapangan seperti itu," terang Ketua Umum DPP PANI kepada media saat di mintai tanggapan nya melalui pesan WA, Selasa (9/7/24).
Pengawasan dari BPOM, sambung Dedi, juga harus dilakukan secara rutin dan, penindakan secara rutin pula dilakukan secara bersama sama dengan melibatkan masyarakat, agar bisa saling mengingatkan dan mengawasi.
"Adanya dugaan keterlibatan pihak lain memang nampak terjadi dilapangan, ini bukan lagi sebuah rahasia bagi kami," jelas nya.
Jika ini terjadi "PEMBIARAN", lanjut Dedi, dipastikan bom waktu akan meledak, menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045 akan hanya sebuah "RETORIKA".
Sebagaimana diketahui, pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenakan sanksi pidana.
Hal ini sesuai dengan pasal 435 Undang-undang RI No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Selain itu polisi juga bisa menjerat dengan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) UU nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
(Luky)