Fenomena Peredaran Obat Daftar G Tanpa Izin di Bogor

Fenomena Peredaran Obat Daftar G Tanpa Izin di Bogor

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Antonius Badar Karwayu, S.H., (advokat dan konsultan hukum pada kantor Badar Law Office) 

Kota Bogor, Nuntium.id - Inisiatif penegakan hukum terkait pengawasan dan peredaran obat berbahaya merupakan tugas BPOM. Sebagaimana diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 19 tahun 2003 salah satu tugas BPOM adalah melaksanaan cegah tangkal, intelijen, dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 424 ayat (2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan juga memberi ruang kepada pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu di lingkungan pemerintahan termasuk PPNS BPOM untuk melakukan penyidikan seperti kepolisian. Kewenangan yang dimaksud diatur lebih lanjut dalam Pasal 424 ayat (3) Undang-Undang Kesehatan. 

Sementara itu dalam hal penegakan hukum pidana secara umum, kepolisian menjadi garda terdepan. Institusi ini memiliki kewenangan dalam melakukan upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan/atau penggeledahan dalam mengungkap suatu tindak pidana.

Kewernangan tersebut merupakan mandat yang diberikan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Lebih khusus Pasal 424 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan memberi mandat untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan.

Fenomena yang marak terjadi di Kota Bogor saat ini, adalah terkait peredaran obat daftar G atau dalam bahasa belanda disebut “GEVAARLIJK” yang berarti berbahaya.

Zat atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak serta merangsang saluran syaraf pusat sehingga menimbulkan reaksi berupa halusinasi, ilusi sera gangguan cara berfikir, marak beredar. Beberapa warung obat kecil diduga menjual obat tersebut dengan bebas. Anak-anak muda bahkan usia sekolah kerap menyalahgunakan obat-obatan tersebut. 

Peredaran atau penjualan bebas obat berbahaya tanpa resep dokter merupakan suatu tindak pidana. Penjual obat-obatan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435 Undang-Undang No.17 tahun 2023 Tentang Kesehatan. Pelaku tindak pidana kejahatan tersebut diancam pidana penjara untuk paling lama 12 (dua belas) tahun, atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah).  

Oleh karena itu dalam hal penegakan hukum terkait beredarnya obat berbahaya, PPNS BPOM kota Bogor dan kepolisian harus bekerjasama. Keduanya telah mendapatkan mandat dari Undang-Undang.

BPOM Kota Bogor harus memulai inisiatif dalam penyelidikan fenomena beredarnya obat-obatan jenis G tersebut. Warung/toko kamuflase yang telah diduga kuat mengedarkan obat berbahaya ini harus segera diinvestigasi secara mendalam. Terlebih dalam sepekan ini pemberitaan di berbagai media online dan cetak terkait penjualan obat-obatan golongan G tanpa izin ini di Kota Bogor selalui ramai.

Apabila terbukti melakukan pelanggaran, BPOM kota Bogor dan kepolisian harus bersama menindak tegas pelaku dan memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (***)

Editors Team
Daisy Floren